Surat, Juli 2017

Sudah 2017. Sudah bulan Juli. Sudah akan masuk ke kuliah. Dan sepertinya, sudah akan melupakan hal ini yang disebut dengan blog.

Gua mengambil penjurusan perfilman di kampus UMN, kenapa? Karena memang itu hal favorit gua: sebuah racikan dari cerita, visual, dan audio. Kalau kamu yang pernah melihat blog ini sebelumnya dan membaca postingan jaman purbakala gua yang alay, pasti sadar kalau gua suka dengan yang namanya menulis. Audio? Sudah dari kecil gua suka musik. Visual? Nah itu baru.

Apa yang terjadi belakangan ini? Gua selain disibukan dengan ujian yang malah membuat gua lebih erat dengan teman-teman gua, juga sebelum ujian itu, pada awal kelas 12, gua dan beberapa teman (3 doang) lainnya memulai sebuah Event Organizer yang ternyata nggak cuma omongan doang, tapi berjalan, dengan semestinya, di luar ekspektasi yang gua harapkan. Awal tahun kemarin juga gua di ajak untuk ikut bergabung dengan video production buatan teman yang baru berdiri sebagai videografer utama. Belakangan ini gua senang karena job sebagai video person menjadi banyak dan mendatangkan uang yang lumayan banyak.

Di postingan berikutnya sepertinya akan ada beberapa hal tentang review-review film, hal-hal yang nggak akan gua omongin di YouTube, dan mungkin ucapan farewell untuk blog ini.

Sampai jumpa.

Review: Film Koala Kumal (2016)

Kali ini gue akan me-review film, bukan novelnya. Sebagai tambahan: gue belum pernah beli maupun baca novelnya, jadi ini bener-bener review alami tanpa tahu apa-apa tentang novel Koala Kumal-nya Radit. Gue tahu gimana Radit kalau berkomedi, gue suka sama medium yang dia pakai, tapi ini dikemas dalam bentuk film dan pemeran ceweknya cakep, jadi yaaaa...

Ini review, bukan tempat cari sinopsis. Sinopsis sifatnya absolut, nggak relatif kayak gini.

Film ini cocok ditonton minimal SMP kelas 2, karena film ini mengajarkan kita (setidaknya) beberapa cara untuk move on dari mantan pacar. Kalau kamu lebih muda, ya jadi bekal masa depan saja. Tapi selalu inget, realita nggak semanis kehidupan di film-film, itu semua cuma fiktif biar ceritanya nggak terlalu mainstream sama kehidupan sehari-hari aja.

Gue walaupun kondisinya belum masuk kuliah film, tapi gue udah baca buku "Screenplay" karya Syd Field yang bisa dicari di Google/Amazon. Shooting film dan color grading gue juga sudah belajar dari Simon Cade di YouTube dan FilmRiot dan berbagai banyak lagi. Jadi ini semua gue nggak sembarang nge-judge atau komentar.

To the point: AUDIONYA JELEK. Gue tahu ini film big-budget dari cara merekam scene-scenenya (scene mobil itu mahal, dan scene di MaxxBox itu juga mahal) dan dari produsernya. Kalau kamu perhatikan, setiap selesai dialog dari seorang tokoh, ada gema dry/kering yang terdengar seperti track audionya tidak di mixing dengan baik atau seperti di-dubbing. Cara terbaik (dengan big-budget itu) bisa saja dengan mic wireless lavaier, bisa lebih mudah untuk mixingnya dan merendahkan harga sound recordist-nya dibandingkan dengan broom-pole dan mixingnya ribet (Dolby 7.1) dan masih dry. Tata musiknya juga kurang. Apa yang dibutuhkan dari film adalah sisi dramatis. Karena itu disebutkan "dramatic look" atau "film look", bukan standar saja. Itu nggak tercapai disini, sayang sekali padahal.

Bingung beli kamera? Ini ada solusi!

Jadi kamu ingin beli kamera, cuma bingung? Gua punya jawabannya! Apalagi kamu mau serius di fotografi, ini ngebantu banget!

Kalau ada yang berbaik hati, boleh bikiin mapnya.

Suka bikin video/cinematography?
Ya — ambil Canon
Tidak — ambil Nikon

Rajin travelling?
Ya — ambil lensa 18-200
Tidak — ambil lensa 18-55 atau Tamron 17-50

Okelah, abaikan itu diatas. Masuk saja kesini:

Masuk Tahun Baru, Dimensi Baru

Udah lama ga nulis, gini jadinya, bakal agak kaku sedikit. Ini post introductory dulu ya.

Jadi, setelah sekian lama gua nggak nge-post, sekarang gua udah kelas 11, bisa juga dibilang 2 SMA, yang pergaulan gua masih acak kadut, asmara, dan segala rupa. Inget dulu gua masih jadi anak musik? Ya, sekarang gua nambah profesi sebagai fotografer. Awalnya cuma iseng, karena emang ekskul band di SMA ini kualitasnya bisa dibilang nggak memuaskan, jadi gua ikut fotografi bareng komplotan bajingan yang gua kenal. Malahan setengah dari angkatan gua yang masuk kesitu anak musik. Ada yang gitaris, drummer, bassis, sampai keyboardist. Tahun lalu sih, gua di bully di kelas foto itu, ya emang karena gua paling bego dan baru terjun ke dunia fotografi.

Sekarang, gua kayak freelance gitu. Kadang gua ke cafe dan foto-fotoin menu hits yang dibikin sama baristanya. Kadang gua diajakin foto sama anak touring atau anak-anak ninja (motor Kawasaki Ninja 250cc, bukan Hatori). Dan tahun ini menginjak gua diajak foto buat sweet 17-an, karena orang sekarang liat foto gua lebih bagus dari yang sepaket sama Event Organizer buat sweet 17-an.

Gua gatau apa yang akan terjadi kedepannya. Semoga lebih baik lagi, dan duit lebih banyak hehe. Selanjutnya di dunia musik gua.

Review: Float - X (Sepuluh)

Akhirnya, saya balik lagi, kali ini untuk mereview band yang sebenarnya tidak perlu saya review, karena memang sudah bagus, tapi ya sudahlah, mari kita review.

Album baru band Float Project, namanya "X" atau "sepuluh" merupakan album 10 tahun ulang tahun band Float, walaupun hanya 6 track, tapi rasa seperti album sebelumnya (Ost. 3 Hari Untuk Selamanya), masih terasa.

Album ini bisa dibeli secara online (kalau stok 1000 pcs CD masih ada) di sini: http://demajors.com/album/view/394

Oke, langsung saja, lagu pertama, "Perlahan" dengan durasi 4:37, dimana kita diajak untuk mengapung dari keadaan kita saat ini, Kalau di album sebelumnya, ini seperti campuran "No-Dream Land" dengan "Tiap Senja", namun dengan feel orkestra.

Lalu di hajar dengan, "Ke Sana". Intronya di hias dengan stereo delay vokal, dan gitar elektrik berdistorsi, sebagai synth-nya. Kalau di album sebelumnya, seperti lagu "Pulang".

"A Theme For Nothing", saya tidak terlalu mengerti liriknya, tapi nanti di ujung post ini, ada linknya. Namun, ada titik serunya, dimana di dalam lagu ini, ada rebab, Seperti campuran musik arab, musik sunda, dan The Beatles, namun sebagai sesuatu yang tidak ada apa-apa. Di sini kita seperti ngapung dengan benar-benar melayang, dimana temponya tidak terlalu cepat, dan kita menikmatinya.

Rekomendasi Album Musik Indonesia Tahun 2014

Kali ini, saya mencoba membagikan beberapa link untuk membeli album-album Indonesia, beli, karena menghormati. Mereka sudah habiskan berjam-jam, bahkan berhari-hari, dengan merogoh kocek diatas 500 ribu rupiah, bahkan ada yang sampai jutaan, hanya untuk membuat sebuah album musik, dan kamu hanya memberikan Rp0,- untuk mereka?

Album di jual di Indonesia tidak terlalu mahal kok, tidak sampai harga pembuatannya, malahan jutaan lebih. Biasanya dibawah 60 ribu dan diatas 30 ribu. Baiklah, langsung saja.

Pertama, ada band yang menghibur, tapi bagus, The Dance Company debut album,
Harganya sekitar 45 ribu rupiah.

Kedua ada Tulus dengan albumnya, Gajah. Anak muda sekarang pasti tahu siapa dia.
Harganya juga hanya 45 ribu rupiah.

Liuz Project (2)

This blog post is from my Evernote post, which I decided to put it here.

This is all about me and my band, Liuz Project. I wrote about this in my blog, blogger. But, I'll write about recent activity. 

Yes, we do have a twitter account, with no amount of active follower and useless tweets talking to nobody. 

But, I think more about our first performance. Which it's kinda awful, but my band members said that it's rock. 

I'm not an opinion based agree guy. I prefer comparing my experiences. Which I've been traveling everywhere to do some gig which last time at the biggest jazz festival at Indonesia, Java Jazz. 

Previously I did a gig at Balai Sarbini which loads over 1300 person! So, I know which one is the best performance, from the audio quality or even the performance quality. 

In our (my band, this time) first debut performance, I think that the audio is kinda awful. Because of there's no mixer so we must do direct output from our amplifier's speaker. 

Salam

Nampaknya saya sudah pergi terlalu lama dari blogger.

Yak, selama ini, saya sedang giat-giatnya bermain Minecraft, Call of Duty: Black Ops 2, dan FIFA 14 di PS3 bersama adik saya. Dan juga di dunia internet, saya sedang bergelut dalam mengembangkan komunitas Music Q&A bersama teman-teman saya yang saya tidak tahu pasti mereka. Dan tentu, di dunia internet ini, ramai sekali dengan dunia politik, karena hanya dan kandidat presiden, Prabowo atau Jokowi. Namun, sayangnya saya golput karena saya belum 17 tahun, akan tetapi saya mendukung Jokowi. Pada dasarnya, saya siap menjadi relawannya ‒ namun saya tidak ingin terlalu membahas politik disini, cukup sudah.

Kalau kamu membaca ini, saya hanya mengucapkan salam. Tidak ada yang saya ingin ucapkan, karena dalam beberapa minggu ‒ mungkin hari ‒ saya akan sibuk dari dunia internet, dimana saya akan SMA, dan, semoga sukses, dan nampaknya, saya akan promosi sedikit.

Jangan lupa cek ke SoundCloud saya. Kalau suka atau request untuk cover sebuah lagu, bilang saja ke saya.
Untuk YouTube, silahkan di cek ada satu video bersama teman saya, @AldoLiuz, seorang basist dari band saya, Liuz Project

Oke, terimakasih, sampai jumpa di post selanjutnya!

Peringatan Hari Nasional

Saya benci dengan peringatan hari nasional. Bukannya saya tidak mau memperingatinya. Malahan saya benci bagaimana orang-orang memperingatinya.

Kebanyakan sekolah dan para PNS hanya mengadakan upacara bendera, lalu mereka bekerja/bersekolah. Dan yang berarti hanya amanatnya. Nah, apakah seluruh peserta upacara menyimak, memperhatikan, dan menjalankan amanat tersebut? Saya pikir tidak.

Coba saya beri contoh: Hari Kartini.

Pasti dirayakan dengan upacara, yang mungkin petugasnya adalah para wanita. Dengan amanat yang bergaris bawah: "kira harus hormati Kartini dalam upayanya memperjuangkan hak para wanita" atau "kita harus seperti Kartini yang berani untuk memperjuangkan sesuatu". Kalau tidak bekerja/belajar, biasanya akan ada acara, fashion show misalnya. Menggunakan baju daerah, memasak makanan daerah, dan sebagainya.

Lah, lalu apa hubungannya dengan amanat-amanat tersebut saat upacara?

Mau Masuk SMP? Baca Ini Dulu..

Ini sebenarnya lebih ke tips-tips bertahan hidup pada saat SMP. Karena, taktiknya pasti beda.

Pada dasarnya setiap pelajaran SD, SMP, dan SMA itu sama, hanya saja semakin ke atas, materinya lebih spesifik.

Untuk SMP, mungkin berbeda sekali dari SD, IPS dipecah jadi 3 (atau 4) pelajaran, IPA dipecah jadi 3 pelajaran. IPS itu standarnya ada Geografi, Sejarah, Ekonomi. Kadang-kadang belajar Sosiologi. alau IPA tetap, Kimia, Fisika, Biologi. Nanti di Geografi belajar soal permukaan bumi, letak astronomis-geografis. Sejarah ya belajar sejarah manusia, sejarah Indonesia. Ekonomi ya belajar prinsip ekonomi, ya jadi pedagang gitu.

IPAnya di Kimia belajar unsur, senyawa, ada oksigen, hidrogen, dan lainnya. Fisika itu ada hitung-hitungannya, hanya saja untuk SMP masih mudah. Biologi, ya belajar tentang mahluk hidup, sel, organ, dan banyak lainnya.

Kalau kamu orangnya tidak atau kurang pergaulan atau susah berbicara dengan orang lain, sepertinya kamu harus latihan public speaking, agar berbicara saat presentasi tidak grogi.