Review: Payung Teduh - Dunia Batas

Saya akan mereview single Payung Teduh (band) yang judulnya "Dunia Batas". Album ini kalau bagusnya sih, didengarkan pada saat malam hari. Mulai dari jam 7 malam.

Track pertama berjudul "Berdua Saja" dengan sentuhan klasik-jazz-keroncong, saya suka track ini, kalau dibayangkan ibarat warna, warnanya itu oranye-coklat. Seperti malam-malam dibawah sinar lampu jalanan berwarna oranye, sedang naik sepeda ontel tua, berduaan, mengelilingi sebuah bangunan tua. Kalau saya yang membayangkan, seperti bangunan Fattahillah. Keren.

Track kedua berjudul "Menuju Senja", dengan sentuhan keroncong-kromatik-jazz, track ini saya kurang suka, terlalu mellow, kalau di ibaratkan, ini seperti naik bajaj di sore hari, sekitar 17:30, macet-macetan mau jalan-jalan keliling kota tua.

Track ketiga berjudul "Untuk Perempuan Yang Sedang Dalam Pelukan", sentuhan jazz-keroncong, saya suka track ini, kalau didengarkan sudah 10 menit berlalu, berarti sekarang 19:10, kalau diibaratkan warna, warnanya merah-coklat. Romantis sekali.


Track ke-empat berjudul "Rahasia", ah! ada Vibraphonenya! Jarang ada pemain Vibraphone di Indonesia. Kalau di ibaratkan warna, warnanya hijau-kuning begitu. Ini seperti bercengkrama dengan seseorang yang kita sayangi, lampu jalanan mulai meredup, dimana kita menatap ke air yang mengalir secara datar, sambil pergi jalan-jalan ke kios-kios di sekeliling sembari melihat ke bulan yang sedang bersinar terang.

Track ke-lima berjudul "Angin Pujaan Hujan", nah! ini favorit banyak orang! Seperti menonton pertunjukan keroncong di Kota Tua, berduaan bersama seseorang yang kita sayangi. Llagu ini adalah lagu dengan puisi yang maknanya dalam sekali. Bisa dibayangkan sendiri bagaimana yah.

Track ke-enam berjudul "Di Ujung Malam", sentuhan arabic-keroncong-kromatik, kali ini tanpa jazz. Liriknya seakan seram, tapi indah. Saya kurang suka yang ini, karena lambat sekali melodi (lirik)-nya. Sulit untuk digambarkan seperti apa.

Track ke-tujuh berjudul "Resah", seakan kembali lagi ke bangunan Fattahillah. Tapi, kali ini jalannya sendirian. Kalau mendengarkan, kuncinya: "nikmati saja"

Track ke-delapan berjudul "Biarkan", sentuhan jazz-arabic-keroncong-kromatik, semua jadi satu. Seakan masuk ke rumah sendiri, menatap sayu ke bulan yang mulai redup, sendirian dirumah, bersama sang sepeda, tanpa dia yang di sayangi. Sambil melepas kenangan akan si dia. 

Kesimpulan: Payung Teduh merupakan suatu band yang mengingatkan kita akan kehidupan teduhnya dijaman dulu. Dan kita bagusnya bersikap selayaknya jaman dulu dengan kehidupan lebih modern.

Walaupun saya tidak lahir pada tahun 70-an, tapi sudut pandang saya seperti orang dari tahun 70-an. Keren! Ini juga mengungkapkan bahwa "lagu yang bagus adalah lagu yang berasal dari puisi dan mempunyai makna yang tajam serta jelas dan bisa dimengerti oleh berbagai kalangan". Mereka menyanyikan lagu bertemakan cinta, tapi menggunakan banyak sekali majas agar bisa dimengerti ke berbagai kalangan, seperti "dewi malam", "angin", "hujan", "malam jadi saksinya", dan lainnya.

Saya sumpahkan agar Payung Teduh menjadi sebuah band yang sukses, panjang umur, dan tidak ganti personil. Sekarang aja udah bagus, kok! Mereka jual 8 lagu cuma Rp40.000,-, kalau diluar negri, 8 lagu saja bisa sampai Rp100.000,-. Ini baru namanya merakyat dengan berani dan keren.

Segi tehnis: Mixingnya keren, kecuali aransemen stringnya, kalau seperti kusut-kusut gitu di track 3, kurang dapat romantisnya.

Sekian.

No comments:

Post a Comment